SOPPENG, KASUSTA.COM – Dugaan penyimpangan aset hibah di tubuh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Soppeng terus menjadi perhatian publik. Kasus yang awalnya terkuak melalui Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) kini kembali mencuat setelah tidak adanya kejelasan atas keberadaan barang-barang hibah dari pemerintah pusat.
BPK Perwakilan Provinsi Sulawesi Selatan sebelumnya menemukan adanya sejumlah aset hibah dari pusat yang tidak diketahui rimbanya di lingkungan BPBD Soppeng. Barang-barang tersebut diterima antara tahun 2012 hingga 2019 dalam bentuk barang fisik, bukan dalam bentuk uang tunai. Nilai aset ditentukan oleh pemerintah pusat dan tercatat resmi sebagai milik daerah.
Sorotan utama publik kini tertuju pada satu unit Stationary Water Pump senilai Rp 233.310.000, yang menurut data, diadakan pada tahun 2017 melalui dana hibah APBN. Namun, kejanggalan mencuat saat barang tersebut diperiksa langsung.
Pihak BPBD Soppeng disebut telah menunjukkan barang yang diklaim sebagai Stationary Water Pump. Anehnya, barang yang diperlihatkan hanyalah sebuah mesin Honda GX 200, yang harga pasarnya hanya sekitar Rp 5 juta. Perbedaan nilai yang sangat mencolok inilah yang memicu dugaan adanya manipulasi atau bahkan penghilangan barang asli.
“Ini jadi tanda tanya besar. Barang senilai dua ratus juta lebih, kok malah diganti dengan alat senilai jutaan rupiah? Ini tidak bisa dibiarkan,” ujar salah satu anggota tim investigasi media yang ikut dalam penelusuran.
Menanggapi hal ini, Polres Soppeng telah memberikan waktu dua minggu kepada BPBD Soppeng untuk mengembalikan aset-aset yang dipermasalahkan dalam LHP BPK. Namun hingga batas waktu yang ditentukan, barang-barang tersebut tak kunjung dikembalikan.
Sekretaris BPBD Soppeng, Yanti, saat dikonfirmasi menyatakan bahwa pihaknya telah mengambil langkah administratif dengan menyurati pemegang barang.
“Pihak kami sudah bersurat ke yang bersangkutan. Tapi Yang disurati itu yang barang-barang kecil seperti laptop, bukan pompa air. Kalau pompa air saya tidak tahu siapa yang pegang, ” jelas Yanti kepada media ini.
Pernyataan ini justru menambah tanda tanya di kalangan publik. Siapa yang memegang barang-barang tersebut? Mengapa belum ada itikad baik untuk mengembalikannya? Dan mengapa hingga kini belum ada langkah hukum atau sanksi tegas?
Kondisi ini semakin menguatkan dugaan bahwa telah terjadi penyimpangan serius terhadap aset negara, khususnya aset hibah yang semestinya digunakan untuk mendukung kesiapsiagaan dan penanggulangan bencana di daerah.
Masyarakat pun mendesak aparat penegak hukum, khususnya pihak kepolisian dan kejaksaan, untuk tidak tinggal diam. Kasus ini bukan hanya tentang kehilangan barang, tetapi menyangkut integritas pengelolaan keuangan negara dan potensi kerugian yang signifikan terhadap anggaran pusat yang dialokasikan untuk daerah.
REDAKSI: KASUSTA.COM







